Senin, 08 Oktober 2012

Breakfast at Tiffany’s.

Ada banyak hal yang bisa hilang dari hidupmu, tapi tak semuanya akan membuatmu merasa kehilangan. Mungkin ini akan jadi kalimat pembuka yang pas ketika saya meminta kawan-kawan saya membaca karya klasik Capote, Breakfast at Tiffany’s.
Kisah ini berawal dengan pertemuan seorang lelaki dengan seorang perempuan bernama Holly Golightly. Nama karakter ini pun sudah mengandung semacam pertentangan yang tidak biasa, dan satu-satunya kata yang bisa menjelaskan Holly adalah bahwa ia seorang perempuan yang “tidak biasa”.
Jika di awal kita akan memandang tokoh Holly sebagai perempuan cantik yang dangkal dan sedikit bodoh, setelah beberapa lama kita (sebagaimana tokoh lelaki dalam cerita ini) akan menemukan banyak hal yang disembunyikan Holly di balik kemasan ‘luarnya’. Aren’t we all lonely in our own lonely ways?
Membaca Breakfast at Tiffany’s seperti mengupas bawang. Selapis demi selapis, kita akan dibawa untuk semakin mengenal Holly—dan hal-hal yang membuatnya menjadi Holly yang seperti sekarang ini. It had the same effect like reading your boyfriend’s past, trying to understand why he turns into the guy that he is. Exactly the reason why I just couldn’t put the book down.
Karena bukankah setiap orang punya masa lalu yang mendefinisikan masa kininya?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar