Jumat, 26 Oktober 2012

Gerak Cepat Kamidia Radisti

Lima tahun lalu, wajah ayu Kamidia Radisti/Disti (27) hanya terlihat wara-wiri di sekitar kampus, tempat hangout, dan kolam renang di Kota Kembang. Tapi, sekarang, hampir setiap hari wajah Indonesia-nya menyapa pemirsa televisi nasional, lewat tayangan olahraga, infotainment, hingga kesehatan.

Menjadi finalis Wajah Femina (WF) 2006, diakui Disti, mengubah hidupnya. Dari seorang gadis tomboi yang kurang percaya diri dalam berbicara dan tampil di publik, serta buta urusan fashion dan kecantikan, setelah mendapat pembekalan dan pelatihan di ajang WF, ia menjadi ‘wanita baru’ yang berubah 180 derajat.

“Bila saya tidak ikut WF dan tidak lolos menjadi finalis, saya akan ‘tersesat’. Saya tidak akan menemukan  napas dan belahan hati saya di dunia presenter olahraga. Selain tidak punya rasa percaya diri untuk berkomunikasi depan publik, I have no clue, kalau saya punya potensi menjadi presenter,“ ujarnya, tegas. 

Uniknya, Disti bisa terus menjaga kariernya, termasuk setelah menikah dan melahirkan. Bahkan, Disti sukses ‘merebut’ job-job yang menjadi incaran dan impian banyak presenter, sesaat setelah ia kembali dari cuti melahirkan, seperti program Insert siang, Sport7 Malam, dan SuperXtion.  

Cinta dari Wajah Femina

Wanita yang sempat menjadi atlet renang sebelum menjadi model ini, mengaku tak punya alasan dan rencana besar mengikuti ajang WF 2006. “Hanya iseng ingin mencoba dunia baru dan berbeda. Saya pilih WF, karena reputasi majalahnya berkualitas,” ujarnya. Seminggu mengikuti karantina WF, Disti belajar menjadi ‘wanita’, dan mendapati dunianya ‘terbalik’.

Maksudnya belajar jadi wanita?   

Belajar merawat kecantikan, sekaligus menonjolkan kelebihan dan memoles kekurangan wajah dengan make up. Tadinya, saya mana peduli urusan kecantikan dan selalu tampil polos. Saya juga belajar pose dan angle terbaik untuk foto dan basic jalan di catwalk. Belajar memadu-padan busana agar selalu terlihat berkelas, dengan budget ekonomis. Belajar membawa diri dan ngeh pada hal-hal yang dibicarakan dan disukai wanita. Belajar table manner dan bagaimana menjadi komunikator andal yang percaya diri.

Manfaat yang dirasakan sampai sekarang?
Saat karantina, saya digembleng menjadi pribadi profesional, yang all out dalam bekerja, bertanggung jawab, mandiri, proaktif, bisa bekerja dalam tim, mengedepankan kerendahan hati, dan tidak gampang menyerah. Hal ini yang tetap saya amalkan hingga sekarang, di profesi saya sebagai presenter. Berkat ikut  WF, saya juga mengerti basic kontrak kerja, termasuk urusan pajak,  yang membuat saya terhindar dari risiko dimanfaatkan pihak kedua. Namun, yang paling penting adalah terasahnya rasa percaya diri, yang merupakan modal utama saya terjun ke dunia presenter, dunia yang akhirnya menjadi belahan hati saya. Meski butuh perjuangan yang tidak sedikit untuk bisa seperti sekarang. 

Perjuangannya seperti apa?
Dulu, sebelum menikah, saya tinggal di Bandung. Jadi, kalau ada tawaran foto atau casting dari femina, dibela-belain datang dengan travel ke Jakarta pukul 06.30, yang dilanjutkan dengan naik ojek ke lokasi foto atau casting. Setelah foto atau casting, balik lagi ke Bandung, untuk kuliah sore. Dalam seminggu, bisa 2 kali seperti itu. Sempat juga bolak-balik  casting selama 6 bulan, tapi tidak tembus. Meski begitu, saya tak mengenal kata menyerah. Sampai akhirnya lolos menjadi presenter olahraga otomotif dan continuity announcer di stasiun televisi swasta di penghujung tahun 2006

Tahun 2011, Tahun Kesedihan Juga Keberuntungan

Menjadi istri dan ibu baru, diakui wanita yang mengurus sendiri putrinya tanpa bantuan pengasuh sampai usia Kaira 5 bulan ini, tak menenggelamkan karier atau  menyurutkan langkahnya untuk mengais rezeki di dunia hiburan. Seperti tak mau kehilangan momen, Disti yang sempat tinggal di Bandung untuk fokus mengurus anak, hijrah kembali ke Jakarta akhir tahun 2010 dan kembali mengejar peluang. Menyetir mobil mungilnya membelah kemacetan ibu kota, ditemani Kaira (1), untuk melanjutkan kontrak siaran yang tertunda cuti kehamilan dan casting ke sana- kemari.

Kenapa Anda begitu gigih kembali ke dunia hiburan?

Selain sudah terbiasa mandiri, saya mati-matian cari peluang dan uang untuk membantu pengobatan almarhum ayah saya yang mengidap kanker. Begitu tahu Ayah sakit dan mendapat feeling dia takkan lama bertahan, saya minta izin pada suami, untuk kembali bekerja. Supaya bisa membantu biaya pengobatan Ayah, tanpa sepengetahuannya, karena beliau bukan tipe orang yang senang ditemani dan menyusahkan anak. Ini satu-satunya cara memuaskan batin saya, supaya tidak ada penyesalan di hari esok. 

Semua tawaran pekerjaan  saya ambil. Casting jauh  juga saya datangi, meski  kondisi badan tidak fit. Semuanya saya lakukan sambil rutin menyetir Jakarta-Bandung untuk menengok Ayah. Saking sibuk dan capek, bobot saya susut 22 kg tanpa bantuan diet. Ketika Ayah akhirnya pergi meninggalkan kami Mei kemarin, saya sangat sedih. Tapi, di sisi lain, tidak ada penyesalan karena sudah memberikan yang terbaik.

Apa kiatnya bisa memenangkan kompetisi dunia presenter yang sangat ketat?
Mungkin karena relasi baik dengan bagian casting, dan selama menjalani pekerjaan sebelumnya, saya selalu mencoba profesional dan all out.  Selain itu, mungkin karena saya juga berani menjadi presenter live dan semangat mengikuti casting. Soalnya, tidak semua presenter, apalagi yang berpengalaman ,memiliki kerendahan hati untuk  kembali ke ‘titik nol’. Padahal, menurut saya, casting itu hukumnya wajib. Sehingga, terlihat sesuai atau tidaknya karakter dan gaya presenter membawakan suatu acara. Bahkan, untuk satu acara yang saya pandu sekarang, saya ikut casting sampai tiga kali.

Kabarnya, Anda bekerja hingga 12 jam dalam sehari. Tidak dikomplain suami?
Dari awal ikut casting atau menerima job selalu saya konsultasikan dengan suami. Awalnya suami menginginkan saya hanya mengambil program live, yang tidak menyita waktu. Namun, ia mengalah dan membolehkan syuting taping dan film, selama komitmen memberi ASI dan memprioritaskan anak, tetap jalan. 

Tidak merasa bersalah pada anak?
Tidak, karena meski sibuk, saya tidak merasa kehilangan masa tumbuh kembang Kaira. Ia sering saya ajak ke lokasi syuting, dan setiap malam masih menyusui dan tidur bersama. Suami pun tidak komplain. Satu hari, entah Sabtu atau Minggu, juga selalu dikosongkan untuk keluarga.

Naik Kelas dengan Acara Live

Meski berwajah sangat Indonesia, gadis kelahiran Surabaya, 23 Februari 1984, ini dipercaya membawa beberapa program televisi live favorit. Saat ditanya kiatnya menaklukkan program yang menjadi rebutan tersebut, Disti mengaku tak ada kiat khusus selain penguasaan materi, rasa percaya diri, dan rajin senam muka agar pelafalannya makin jelas. Meski sudah merambah menjadi presenter untuk infotainment, game show, dan kesehatan, Disti mengaku tidak melupakan cinta pertamanya di dunia presenter olahraga yang dianggapnya telah membesarkan namanya. 

Mengapa paling senang membawakan program olahraga?
Passion, jiwa, dan karakter saya memang di sana.  Kalau membawakan acara sport, gaya bahasanya santai. Busana dan dandanan yang dikenakan pun sporty dan tidak berlebihan. Saya banget itu. Target saya memang ingin menjadi presenter olahraga tangguh yang mampu membawakan acara live, yang tantangannya jauh lebih banyak daripada taping.  Saya bersyukur karena tawaran pertama live datang dari program olahraga, bukan dari program lain. Kalau dari program lain, mungkin saya takkan nekat mengiyakan. Artinya, saya tidak naik-naik kelas. 

Maksudnya tidak naik kelas?
Program taping, istilahnya hanya membacakan script yang sudah ditulis. Presenter-nya lebih sebagai pemanis, karena kalau ada kalimat salah, tinggal di-cut dan direkam ulang. Akibatnya, presenter-nya tidak berkembang maksimal. Menurut saya, seorang presenter yang membawakan acara live adalah seorang presenter yang utuh. Yang sudah ‘naik kelas’, karena dituntut untuk bisa improvisasi, berpikir cepat  dan runut, tanggap pada lingkungan, menguasai materi dan bisa jadi decision maker akan pesan dan informasi yang diberikan pada audiensi. Bersyukur saya kini dipercaya membawakan dua acara live. Selain membuat saya lebih pintar, jam kerja acara live tidak molor, yang artinya lebih banyak waktu untuk keluarga.

Anda tidak mengincar  job MC off air?
Sekarang, saya masih sangat enjoy menjadi presenter televisi. Saya tak menyangkal, sering tampil di televisi membuat nilai jual saat menjadi MC off air lebih tinggi.  Jujur, saya masih belajar menjadi MC off air  di luar brand olahraga. Saya tidak ingin mengecewakan klien yang  memakai jasa saya.

Berapa job off air yang diterima dalam sebulan dan spesialisasi Anda di mana?
Sekarang ini maksimal dua kali sebulan. Makanya, saya merasa jam terbang saya belum tinggi. Spesialisasi saya, acara gathering dan launching produk, terutama brand olahraga. Yang belum berani saya ambil adalah  job untuk MC  perkawinan atau akad nikah. Saking sakralnya, saya jadi ciut, ha…ha…ha….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar